TNews, Samarinda – Ketua Badan Kehormatan DPRD Provinsi Kalimantan Timur, Subandi, menyatakan bahwa pihaknya telah menyiapkan seluruh perangkat teknis yang diperlukan untuk pelaksanaan sidang etik. Salah satu yang kini dipastikan keberadaannya adalah toga, pakaian resmi sidang, yang akan dikenakan oleh para anggota.
Langkah ini, menurut Subandi, diambil sebagai bentuk kesiapan kelembagaan jika suatu perkara pelanggaran etik tidak berhasil diselesaikan melalui mediasi dan akhirnya mesti dibawa ke meja sidang.
“Sejauh ini memang belum pernah ada sidang etik yang digelar, tetapi kami tetap siap dengan segala perangkat yang diperlukan, termasuk toga sidang,” ujar Subandi saat ditemui pada Senin, 23 Juni 2025.
Selama ini, penyelesaian perkara etik di DPRD Kaltim lebih banyak ditempuh melalui pendekatan persuasif. Mediasi antara pihak-pihak yang terlibat menjadi metode utama dalam menangani dugaan pelanggaran etik anggota dewan.
Kendati demikian, Badan Kehormatan (BK) tetap menjaga kemungkinan dibukanya forum sidang etik, manakala proses mediasi tidak mencapai titik temu.
Menurut Subandi, keberadaan sidang etik bukan sekadar seremoni kelembagaan atau formalitas administratif belaka. Sidang ini, katanya, adalah bentuk konkret tanggung jawab kelembagaan dalam menjaga martabat parlemen daerah.
“Pelaksanaan sidang etik bukan sekadar seremonial atau formalitas administratif, melainkan wujud konkret dari tanggung jawab kelembagaan dalam menjaga tata tertib dan kehormatan parlemen daerah,” katanya.
Ia menjelaskan bahwa dalam sidang etik terdapat mekanisme yang mengatur secara ketat proses pemeriksaan perkara, pertimbangan oleh para anggota BK, hingga penyusunan rekomendasi. Rekomendasi tersebut nantinya akan diteruskan kepada fraksi melalui pimpinan DPRD sebagai dasar tindak lanjut politik.
“Kami hanya membuat rekomendasi berdasarkan sidang, yang kemudian diteruskan kepada fraksi melalui pimpinan DPRD,” terang Subandi.
Ia menegaskan, BK tidak memiliki kewenangan untuk menjatuhkan sanksi secara langsung. Fungsi utama lembaga ini adalah menjaga agar setiap anggota dewan senantiasa bertindak sesuai etika dan sumpah jabatan yang telah mereka ucapkan.
“Itu yang biasanya masuk dalam kategori pelanggaran berat,” ungkap Subandi, merujuk pada jenis pelanggaran yang berpotensi dibawa ke forum resmi sidang etik.
Dalam konteks itulah, atribut seperti toga bukan sekadar simbol. Pengadaan toga, jelasnya, merupakan bagian dari kesiapan struktural dan simbolik bahwa BK DPRD Kaltim siap menjalankan fungsi etik secara profesional dan bermartabat. Penggunaan toga yang lazim dalam tradisi peradilan juga dimaksudkan untuk menghadirkan atmosfer keseriusan dalam setiap proses etik yang dijalankan lembaga tersebut.
Lebih jauh, Subandi menilai penting bagi BK untuk terus menanamkan kesadaran kolektif di kalangan anggota dewan mengenai pentingnya menjaga integritas dan etika lembaga.
Ia berharap bahwa penyelesaian secara damai melalui jalur mediasi tetap menjadi pilihan utama. Namun begitu, seluruh perangkat, termasuk forum sidang dan atribut pendukungnya, tetap harus disiapkan untuk menghadapi segala kemungkinan.
Dengan seluruh mekanisme yang telah dirancang dan kelengkapan yang telah tersedia, BK DPRD Kaltim berupaya menunjukkan diri bukan hanya sebagai pengawas internal, tetapi juga sebagai penjaga nilai-nilai etik yang menjadi pondasi kepercayaan publik terhadap institusi wakil rakyat.**