TNews, Samarinda – Genangan air kembali menyergap sejumlah kawasan di Kota Samarinda, Selasa pagi, 27 Mei 2025. Air yang tak kunjung surut di beberapa titik ini bukan sekadar persoalan saluran mampet atau hujan yang mengguyur tanpa henti, melainkan cermin dari tata kelola ruang yang kian rapuh di ibu kota Provinsi Kalimantan Timur.
Samarinda, kota yang bertahun-tahun berjibaku dengan banjir, kembali mendapat sorotan. Tak terkecuali dari para legislator di parlemen daerah.
Subandi, anggota Komisi III DPRD Kalimantan Timur, menjadi salah satu wakil rakyat yang angkat bicara. Ketika ditemui keesokan harinya, Rabu, 28 Mei 2025, ia mengapresiasi kerja keras Pemerintah Kota Samarinda dalam mengatasi banjir. Kendati belum menuntaskan akar masalah, ia menilai, ikhtiar yang selama ini dilakukan oleh pemerintah kota patut diberi penghargaan.
“Selama ini sudah luar biasa yang dilakukan Wali Kota Samarinda. Saya menganggap yang dilakukan selama ini sudah maksimal,” ujar Subandi kepada Insitekaltim, dengan nada percaya.
Menurut Subandi, langkah-langkah teknis seperti pembangunan folder air, pembersihan saluran, dan normalisasi sungai, adalah bukti bahwa pemerintah tidak tinggal diam menghadapi tantangan tahunan ini.
Ia menyinggung proyek pembangunan folder baru di wilayah Sungai Siring sebagai bentuk keseriusan pemerintah dalam menekan dampak banjir. Namun ia pun tak menampik kenyataan di lapangan: banjir tetap saja datang, dan warga kembali menjadi korban.
Dalam pandangannya, selain faktor teknis yang sedang diupayakan, ada satu hal yang kerap dilupakan, tingginya intensitas curah hujan yang makin sulit diprediksi.
“Ini memang intensitas hujan cukup tinggi. Akibatnya, debit air meningkat, sehingga daya tampung folder maupun Sungai Mahakam sendiri menjadi tidak memadai,” terangnya.
Pernyataan itu menggarisbawahi satu kenyataan yang tak bisa dibantah: kapasitas infrastruktur pengendali banjir belum mampu menandingi derasnya air hujan yang mengguyur kota dalam waktu singkat. Folder dan sungai yang ada, sekali pun dibersihkan, masih jauh dari cukup untuk menampung limpahan air dari kawasan hulu.
Di tengah situasi ini, Subandi menekankan perlunya strategi jangka pendek dan panjang yang lebih terpadu. Ia menyarankan agar penanganan banjir tak hanya dijadikan proyek musiman ketika air sudah naik, tetapi menjadi prioritas pembangunan yang berkesinambungan.
Tak hanya Pemkot Samarinda yang dituntut untuk bekerja lebih keras, Subandi juga menyerukan sinergi antarpemerintah. Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, menurutnya, telah mulai terlibat aktif dengan menggarap pengerukan sedimen Sungai Mahakam, sebagai bagian dari upaya memperlancar aliran air dari hulu ke hilir.
“Ini bagus. Kita berharap sinergi antara pemerintah kota dan provinsi terus diperkuat, agar hasilnya betul-betul terasa di masyarakat,” ujarnya optimistis.
Namun di balik kalimat-kalimat penuh harapan itu, tersimpan pesan penting: kolaborasi lintas sektor tak boleh lagi menjadi jargon kosong.
Penanganan banjir, kata Subandi, harus melibatkan semua pemangku kepentingan, dari pemerintah daerah hingga warga biasa. Ia menekankan bahwa pendekatan teknis seperti membangun folder atau memperlebar sungai, hanya satu sisi dari solusi.
Ia menyerukan agar paradigma pengelolaan lingkungan dan tata ruang diubah secara mendasar. Kota, dalam pandangannya, bukan sekadar ruang untuk membangun, tetapi juga untuk menjaga keseimbangan alam.
“Ini tanggungan jawab semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat harus saling mendukung dalam menangani persoalan banjir ini,” pungkasnya.