TNews, Kaltim – Di tengah geliat pembangunan yang terus memacu permintaan terhadap material galian, sisi gelap eksploitasi sumber daya alam kembali menyeruak di Kalimantan Timur.
Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kalimantan Timur mengungkap praktik penambangan ilegal yang mencengangkan. Sebanyak 108 titik aktivitas tambang galian C tanpa izin ditemukan tersebar di berbagai wilayah di provinsi kaya sumber daya ini.
Temuan ini tak hanya menyiratkan persoalan hukum dan lingkungan, tapi juga membuka tabir lemahnya pengawasan dan potensi keterlibatan oknum dalam bisnis haram bernilai miliaran rupiah tersebut.
“Sejauh ini kami menemukan 108 titik penambangan galian C ilegal atau tanpa izin yang tersebar di Kaltim. Itu kami pantau berkala,” ujar Kepala Dinas ESDM Kaltim, Bambang Arwanto, belum lama ini.
Tak berhenti di situ. Pelaku tambang juga dengan gamblang melanggar aturan lainnya, seperti menggunakan akses jalan umum dan fasilitas publik tanpa izin. Hal ini menimbulkan keresahan masyarakat serta kerusakan infrastruktur jalan yang tidak sedikit memakan biaya pemeliharaan.
Bambang menegaskan, dari hasil identifikasi lapangan yang dilakukan bersama Dinas Kehutanan Kaltim, luas area yang digunakan untuk aktivitas tambang ilegal mencapai 36,89 hektare. Angka ini mencerminkan darurat ekologi yang tak bisa lagi didiamkan.
Ironisnya, sebagian besar aktivitas tersebut berlangsung di Area Penggunaan Lain (APL), lahan yang sejatinya tidak untuk kegiatan tambang. Bahkan, tiga hektare di antaranya justru berada dalam kawasan hutan lindung yang secara hukum memiliki perlindungan khusus.
“Kemarin kita sudah turun dua kali di Kelurahan Kanaan, Kota Bontang dan Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Unmul, untuk menertibkan kegiatan ilegal itu,” ujar Bambang.
Kutai Timur menjadi salah satu wilayah yang disebut rawan dan menjadi fokus perhatian Dinas ESDM. Laporan wartawan menyebut adanya aktivitas tambang ilegal di Kilometer 11 Kutai Timur dan wilayah lain di Berau.
Namun, untuk kasus di Berau, ESDM menyebut wilayah tersebut masih dalam koridor hukum karena telah memiliki dokumen Analisis Dampak Lingkungan (Amdal).
“Yang di Kutai Timur kita mulai persiapan turun untuk menertibkan. Di Kutai Timur itu laporan dari wartawan ada aktivitas tambang ilegal di KM 11 dan di Berau juga ada. Namun di Berau masih aman karena ada Amdal dan masuk wilayah pengerjaan mereka,” ungkap Bambang.
Sejauh ini, kanal pengaduan Dinas ESDM Kaltim telah menerima tiga laporan resmi: tambang ilegal di Bontang Barat, kawasan KHDTK Unmul, dan Kutai Timur. Masyarakat diminta untuk terus berpartisipasi dalam pelaporan aktivitas ilegal melalui Call Center ESDM Kaltim di 0851-8337-5390.
Komitmen ESDM tidak berjalan sendiri. Penertiban tambang ilegal menjadi kerja kolaboratif lintas instansi. ESDM Kaltim menggandeng pemerintah kabupaten/kota, Dinas Lingkungan Hidup, serta Dinas Kehutanan untuk memperkuat penegakan hukum melalui pendekatan tata ruang, lingkungan hidup, dan kehutanan.
“Kalau ada tambang-tambang ilegal atau kegiatan ilegal mining, tolong dibantu dilaporkan. Jadi kita bisa memitigasi bersama,” ujar Bambang.
Ajakan itu bukan sekadar basa-basi birokrasi. Di balik permukaan tanah yang terus digerus secara ilegal, terpendam persoalan yang jauh lebih kompleks: kerusakan ekosistem, potensi bencana, serta kerugian negara yang tak terhitung.
Langkah-langkah strategis sudah mulai disusun. Namun, di hadapan kepentingan bisnis dan lemahnya pengawasan di lapangan, perjuangan menegakkan hukum dan menjaga lingkungan Kalimantan Timur akan menjadi ujian yang panjang. ***